Kata orang kita harus bebas dan merdeka, harus menjadi pemikir dan bukan dipikir... Namun, beda dengan cerita satu ini. Sebelumnya saya ingin mengingatkan tentang tulisan saya yang kian kacau dan Mungkin cerita ini agak kesal bagi pembaca karna penulisnya tidak sebagus seorang fiersa Besari, Pramoedya ananta toer, Tan Malaka, Soe hok Gie dan para penulis lainnya.
Saya ingin menceritakan kegelisahan saya terhadap kawan-kawan saya yang satu kos dengan saya.
Kosnya sih sudah terkenal bagusnya, tapi sayang. Saya sendiri agak kebingungan terhadap teman-teman saya yang sering jumpa dengan penyewa kos lama dulu,, yaaa... Katakanlah dia pendahulu kos.
 |
Riko Juanda Ketua Umum PC IMM Abdya |
Kawan-kawan saya sering ajak saya ke warung ngopi bersama pendahulu, yang katanya "kita coba cari solusi dan diskusi dengan pendahulu barulah nanti kita akan ketemu solusinya" yaudah aku ikut dari pada sendirian di kos.
Pas kewarung dan diskusi masalah mau buat apa dan permasalahan pendahulu menjawabnya dengan baik dan bisa meyakini teman saya. Nah,, setelah satu, dua dan kesekian kalinya lama-lama saya bingung ini jalannya kemana ya.,,,, Kok arah yang dia bawa ke arah pendahulu yang dulu. Saya sedikit merenung. Dalam fikiran terlintas "apakah dia sedang mencari keuntungan ?".
Apasih yang diinginkan, sehingga arah yang dibawa jauh dari pada larangan punya kos. Apakah kami selama ini hanya melakukan bukan atas niat kami ? Atau kami terlalu terkecimpung di dalam politik pemerasan keuntungan pendahulu?.
Namanya kos sudah tentu memiliki peraturan yang ditetapkan. Semisal tidak boleh membawa lawan jenis kedalam kos, tidak boleh pulang terlalu larut, dan yang lain-lainnya..
Peraturan itu layaknya seperti buku yang disimpan rapi di dalam lemari yang tidak tersentuh sekalipun, demikian pula peraturan yang ada seperti formalitas semata.
Saya sendiri dilema akan hal ini, kita sebenarnya apa sih ? Kita ini siapa ? Siapa yang kita turuti ? Peraturan kos ? Atau peraturan pendahulu ?. Tentu yang namanya kos tentu ada peraturan yang ditetapkan seperti tidak boleh merusak apalagi diperjual belikan. jikalau kita sudah ada di dalamnya tentu harus patuh terhadap apa yang sudah ditentukan.
Hari demi hari berkelanjutan sebagai mana malam-malam sebelumnya. perbedaan mulai diciptakan. Saling menuduh mereka tidak benar dan terjadilah keributan sampai-sampai polisi dan tentara berada di depan kami dan melerai pertikaian yang terjadi.
Hal semakin aneh. Mungkin bagi yang sadar saja akan imprealis akal yang dilakukan pendahulu yang bukan lagi pemilik kos yang cuman pernah menyewanya. Seolah-olah ini adalah milik para terdahulu... Semua yang mau kita kerjakan itu kiblatnya ke pendahulu. Jika rusak kran atau airnya macet kita harus tanyakan ke pendahulu. Mau apa2 di kos harus tanyakan ke pendahulu.
Pertikaian yang terdahulu tidak terselesaikan sebagaimana semestinya. Dan ini disebabkan para pendahulu yang lama dengan pendahulu yang baru-baru ini meninggalkan kos yang kami tempati.
Ini sangat aneh, jauh dari kata bebas dan merdeka. sehingga dikte itu masih dianut kalangan orang yang menyewa kos. Kita ini siapa ? Kos nya milik siapa ? Kalo ada permasalahan kita harus kemana ? Kesiapa ?...
Bibir yang tersenyum manis hanya dimiliki oleh pendahulu. Penyewa kos seperti alat yang digunakan untuk memperbaiki nasib,, ide yang kreatif seolah-olah terkubur dalam-dalam dan hanya akan menjadi simbol saja.
Kita ini aneh, kita terlalu dibanggakan dengan pujian dan sajian yang dihidangkan oleh pendahulu, sehingga kita lupa bagaimana membebaskan diri kita sendiri. Hal ini tidak akan pernah sirna ketika pemangku keuntungan tidak bisa kita lepaskan dan kita tempatkan ke tempatnya.
Kau, aku dan kita semua terjerat bagaikan nyaring laba-laba. Dan kita sebagai jaringnya, laba-laba sebagai pendahulunya... Kita terlalu mengangungkan nama pembebasan yang nyatanya kita masih sebagai alat yang dipakai orang lain. Apapun yang kita lakukan di kos dan mau buat apa itu tergantung pendahulunya. Jikalau jangan yaa,, jangan !. Jikalau harus yaa,, harus !. Dan ini tidak terlepas dan akan begitu saja sampai kapanpun. Kemerdekaan fikiran dan tindakan hanyalah bahan untuk di diskusikan saja. Dan hanya akan menjadi kebohongan-kebohongan yang diulang-ulang saja.
Kapan kita mulai ? Harus di mulai dari mana ? Itu tergantung kita... Apakah kita masih memikirkan tidak boleh atau boleh, tanpa ingin tahu ? Itu jawabannya ada di diri kita semua..
Dan,, saya yakin. Siapapun kamu,. Jikalau kamu menemukan kemerdekaan dirimu sendiri, maka kamu akan sukses dengan caramu sendiri..
Catatan Juanda
Lhueng Asan, Blangpidie, Kab. abdya
22 November 2022, 00:35 Wib